Terasa Nyata
Terasa Nyata
Tiga puluh menit
sebelum aku tampil diatas sana.
Hatiku tak karuan.
Tanganku berkeringat. Peluh membanjiri tubuhku. Kugenggam mic dengan gemetar,
seraya ragaku yang seperti hidup segan mati tak mau dan bibir pucatku yang
merapalkan berbagai macam doa.
Disela sela menit yang
menegangkan, kalimatmu di telepon masih terngiang ditelingaku.
“Semangat ya sya. Kamu
kan udah latihan berlarut raut. Ga usah dibikin pusing. Anggep aja semua yang
nonton kamu itu patung, anggap mereka gaada. Aku percaya kamu bisa. Semoga
berhasil. Ya?”
Aku hanya tersenyum
getir menanggapinya. Kamu memang satu satunya orang yang mampu mencairkan
suasana. Aku jadi bingung harus membalasmu dengan bagaimana. Walaupun kamu
sedang tidak ada di kota ini, kamu terus menyemangatiku kelewat non-stop. Lewat
video-call, aku latihan didepanmu serasa orang paling konyol. Tapi kamu selalu
setia menjadi pendengar dan selalu menyelipkan kalimat kalimat yang menjadikan
segalanya terasa lebih mudah.
“suara kamu itu kaya
hembusan angin yang gapernah berhenti, tau?”
Sampai akhirnya waktu
itu tiba
Aku melangkah menaiki
panggung, dan memosisikan mic dengan segera. Lampu lampu diatasnya menyorot
diriku, yang sebelumnya aku anggap diriku sebagai manusia tak kasat mata hingga
semua orang beralih menatapku.
Aku bukan apa apa
disini
Tanpa kalimat kalimatmu
mungkin keberadaanku disini tidak terasa nyata.
Seiring berjalannya
music, kuangkat kepalaku
Kuhembuskan napasku
Aku mulai bernyanyi
Seperti ada bayanganmu
disana sedang menatapku.
Aku tersenyum, rasanya
semakin yakin. Kalimat kalimat darimu seolah bukan hanya ilustrasi semata
karena kini kamu menyaksikan aku yang sudah terasa nyata.
“Walaupun aku lagi
nggak nonton kamu disana Kamu harus percaya aku selalu ada disetiap detak
jantungmu. Kapanpun dan Dimanapun itu.”
Dalam hati aku
tersenyum. Hal itu memang benar adanya.
Laily
Fauziah
Comments
Post a Comment